Senin, 04 Mei 2020

PEMODELAN DAN SIMULASI PENJALARAN TSUNAMI BANYUWANGI 1994 (Rahma Aulia Salsabila_201731176_Simulasi Pemodelan_Kelas F)

PEMODELAN DAN SIMULASI PENJALARAN TSUNAMI
BANYUWANGI 1994 MENGGUNAKAN MIKE 21 FLOW MODEL


Nama  : Rahma Aulia Salsabila
Nim    : 201731176




Abstrak
  
3 Juni 1994, gempa berkekuatan 7,8 skala Richter menghempaskan gelombang tsunami di selatan Banyuwangi. 199 jiwa dikabarkan melayang dan ratusan lainnya kehilangan tempat tinggal. Tsunami dikabarkan mencapai ketinggian hingga 9 meter dan menyapu belasan kilometer daratan. Penelitian ini merekontruksi pembangkitan dan penjalaran tsunami hingga mencapai pantai. Dengan bantuan perangkat lunak MIKE 21 Flow Model, rekonstruksi dilakukan untuk memvalidasi kemampuan perangkat lunak terhadap data primer di lapangan. Parameter gempa dan batimetri dihimpun hingga menghasilkan skenario gelombang yang serupa dengan kejadian asli. Selanjutnya, penggunaan perangkat lunak akan sangat membantu dalam proses pengajian kerentanan pesisir, salah satunya tsunami. 



1. PENDAHULUAN
Pesisir selatan Pulau Jawa  merupakan kawasan tektonik aktif dengan pergerakan lempeng berintensitas tinggi sepanjang tahun. Dalam dua dekade terakhir, dua gempa besar memicu pembangkitan gelombang tsunami sepanjang area subduksi di Samudera Hindia. 3 Juni 1994, gempa berkekuatan 7,8 skala Richter menghasilkan tsunami berketinggian 6-9 meter yang menyapu bibir pantai Banyuwangi [1]. Berikutnya, tsunami dengan ketinggian mencapai lima meter dari bangkitan gempa 7,8 skala Richter juga menyapu pesisir Pangandaran, Jawa Barat, pada 17 Juli 2006. Gelombang tsunami saat itu masih belum diiringi kesiagaan masyarakat sehingga menelan banyak korban serta infrastruktur yang tidak sedikit. 





Gempa dangkal berkekuatan besar yang terjadi saat itu secara signifikan mengubah berjuta kubik volume air menjadi gelombang tinggi yang disebut tsunami. Gelombang tsunami di area subduksi dapat mencapai pantai dalam waktu 15-60 menit dengan kecepatan 800 km/jam untuk perairan dalam, 200 km/jam untuk perairan menengah dan 25 km/jam ketika di darat [3]. Referensi [1] pada penelitiannya dua tahun setelah tsunami menyebutkan berbagai variasi ketinggian gelombang di bibir pantai saat terjadi tsunami Banyuwangi. Ketinggian tsunami mulai Pelindu hingga Lampon variatif mulai 3-9 meter.


Penerapan perangkat lunak dalam simulasi penjalaran gelombang digunakan sebagai perbandingan dengan hasil survei di lapangan. Dengan rekonstruksi tsunami terdahulu, model serupa dapat diterapkan dalam prediksi tsunami-tsunami berikutnya di area-area subduksi untuk mempermudah upaya mitigasi.




2. METODE

a. Pengumpulan Data
Tahapan awal dari penelitian ini adalah studi literatur dan pengumpulan data- data pendukung untuk referensi gempa dan lokasi penelitian. Adapun beberapa data yang dibutuhkan di antaranya sebagai berikut. 

• Batimetri
Peta batimetri diperoleh dari data batimetri global BODC (British Oceanographic Data Centre) menggunakan GEBCO (General Bathymetric Chart of the Oceans) yang menyimpan database kontur kedalaman di seluruh dunia.



Produk batimetri ini selanjutnya diolah dengan perangkat lunak Surfer 10 hingga menghasilkan kerapatan kontur interval 10-50 meter.




- Parameter Gempa
Data parameter gempa yang dibutuhkan meliputi koordinat episentrum gempa, kedalaman, panjang, lebar, serta sutut pertahanan yang terjadi. Data kekuatan gempa yang digunakan adalah dalam besaran M0 atau Mw.

b. Perhitungan Initial Condition
Merupakan kondisi awal saat terjadi gempa. Perhitungan tinggi gelombang menggunakan script Fortran yang dibuat oleh Kura dari Universitas Tohoku.

c. Simulasi dengan Mike 21 Flow Model
Digunakan untuk mendapatkan penjalaran gelombang tsunami dari pusat terjadinya gempa tektonik bawah laut menuju daratan.


3. HASIL DAN PEMBAHASAN
 
a. Perhitungan Gempa dan Initial Condition 
Dari data magnitude dempa yang diperoleh dilakukan perhitungan menggunakan Wells dan Coppersmith yang dihasilkan sebagi berikut :

Selanjutnya, dilakukan perhitungan initial condition menggunakan Fortran sehingga didapat tinggi gelombang mula-mula di lokasi gempa yaitu 2 meter. 

Set-Up Parameter Mike 21 Flow Model Dalam menjalankan simulasi, beberapa kondisi awal telah ditetapkan sebagaibasic parameter yang dibutuhkan oleh model. Basic parameter tersebut di
antaranya sebagai berikut. 
 
a. Module Selection : Hydrodynamic Only
b. Bathymetry: Banyuwangi.dfs2
c. Simulation Period: 3/6/1994 01.00.00 - 3/6/1994 03.55.00
d. Time step: 300 s
e. No. Of Time Steps: 35
f. Initial condition: 2 meter
g. Result file: HD01.dfs2 
 
 
c. Output dan Validasi Ketinggian  Result file dari permodelan berupa ketinggian gelombang tsunami untuk tiap time step. Dari hasil simulasi, didapatkan ketinggian tsunami yang mencapai pantai bervariasi di berbagai titik antara 4-7 meter. 





















Sementara itu, perbandingan hasil survei lapangan yang dilakukan [1] di titik yang mendekati pada 1996 menunjukkan hasil sebagai berikut. 
 
Berdasarkan hasil di atas, memang ditemukan adanya selisih yang mendekati antara hasil pemodelan dengan hasil pengukuran lapangan. Perbedaan ini dianggap mengacu pada akurasi kedalaman perairan yang diperhitungkan serta perbedaan titik yang diambil saat pengukuran. Dengan demikian,
penggunaan model dianggap sesuai dan dapat dipergunakan untuk simulasi- simulasi selanjutnya.
Berdasarkan model, ketinggian tsunami maksimum terjadi pada time step 44 atau 22 menit setelah initial condition terbentuk. Kondisi itu terjadi dengan ketinggian gelombang mencapai 9,6 meter di sisi Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi. Cepat rambat gelombang tsunami dapat dihitung dengan teori gelombang dangkal:
 

Dengan kedalaman perairan 2.500 meter, maka cepat rambat gelombang yang dihasilkan adalah sebesar 158 m/s. Jika diketahui jarak episentrum dengan garis pantai sepanjang 250 km, maka dapat
diperoleh waktu tempuh gelombang tsunami hingga mencapai pantai sebesar adalah 26 menit. Lebih lambat 4 menit dari hasil pemodelan yaitu 22 menit. Hal ini diasumsikan karena adanya perbedaan pengukuran pada jarak dan rata-rata kedalaman perairan yang digunakan. 
 
 
4. KESIMPULAN
Dari hasil simulasi penjalaran gelombang tsunami dan analisa ketinggian sebelumnya, di dapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
A. Tsunami Banyuwangi yang terjadi pada 3 Juni 1994 dapat direkonstruksi
 dengan menggunakan parameter gempa sebagai berikut:
a. Magnitude: 7,8 Mw
b. Kedalaman : 15 meter
c. Strike: 99
d. Dip: 83
e. Slip : 90 

B. Initial condition dihasilkan dengan ketinggian gelombang 2 meter dan tinggi tsunami maksimum mencapai pantai adalah 9,6 meter. 
 
C. Ditemukan adanya selisih yang mendekati antara hasil pemodelan dengan pengukuran lapangan. Selisih tersebut dapat dikarenakan perbedaan titik pengukuran maupun akurasi kedalaman perairan yang diperhitungkan. 
 
D. Waktu tempuh gelombang hingga mencapai pantai memiliki perbedaan yaitu 22 menit pada hasil pemodelan dan 26 menit berdasarkan perhitungan teori gelombang dangkal. 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
SUMBER :
https://www.researchgate.net/publication/337629118_Rekonstruksi_dan_Simulasi_Penjalaran_Tsunami_Banyuwangi_1994_Menggunakan_Mike_21_Flow_Model

 

 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar