PEMODELAN DAN SIMULASI PENJALARAN TSUNAMI
BANYUWANGI 1994 MENGGUNAKAN MIKE 21 FLOW MODEL
BANYUWANGI 1994 MENGGUNAKAN MIKE 21 FLOW MODEL
Nama : Rahma Aulia Salsabila
Nim : 201731176
Abstrak
3 Juni 1994, gempa berkekuatan 7,8
skala Richter menghempaskan gelombang tsunami di selatan Banyuwangi. 199 jiwa
dikabarkan melayang dan ratusan lainnya kehilangan tempat tinggal. Tsunami
dikabarkan mencapai ketinggian hingga 9 meter dan menyapu belasan kilometer
daratan. Penelitian ini merekontruksi
pembangkitan dan penjalaran tsunami hingga mencapai pantai. Dengan bantuan
perangkat lunak MIKE 21 Flow Model, rekonstruksi dilakukan untuk memvalidasi
kemampuan perangkat lunak terhadap data primer di lapangan. Parameter gempa dan
batimetri dihimpun hingga menghasilkan skenario gelombang yang serupa dengan
kejadian asli. Selanjutnya, penggunaan perangkat lunak akan sangat membantu
dalam proses pengajian kerentanan pesisir, salah satunya tsunami.
1. PENDAHULUAN
Pesisir selatan Pulau Jawa
merupakan kawasan tektonik aktif dengan pergerakan lempeng berintensitas tinggi
sepanjang tahun. Dalam dua dekade terakhir, dua gempa besar memicu pembangkitan
gelombang tsunami sepanjang area subduksi di Samudera Hindia. 3 Juni 1994,
gempa berkekuatan 7,8 skala Richter menghasilkan tsunami berketinggian 6-9
meter yang menyapu bibir pantai Banyuwangi [1]. Berikutnya, tsunami dengan
ketinggian mencapai lima meter dari bangkitan gempa 7,8 skala Richter juga
menyapu pesisir Pangandaran, Jawa Barat, pada 17 Juli 2006. Gelombang tsunami
saat itu masih belum diiringi kesiagaan masyarakat sehingga menelan banyak
korban serta infrastruktur yang tidak sedikit.
Gempa dangkal berkekuatan besar yang
terjadi saat itu secara signifikan mengubah berjuta kubik volume air menjadi
gelombang tinggi yang disebut tsunami. Gelombang tsunami di area subduksi dapat
mencapai pantai dalam waktu 15-60 menit dengan kecepatan 800 km/jam untuk
perairan dalam, 200 km/jam untuk perairan menengah dan 25 km/jam ketika di
darat [3]. Referensi [1] pada penelitiannya dua tahun setelah tsunami
menyebutkan berbagai variasi ketinggian gelombang di bibir pantai saat terjadi
tsunami Banyuwangi. Ketinggian tsunami mulai Pelindu hingga Lampon variatif mulai
3-9 meter.
Penerapan perangkat lunak dalam
simulasi penjalaran gelombang digunakan sebagai perbandingan dengan hasil
survei di lapangan. Dengan rekonstruksi tsunami terdahulu, model serupa dapat
diterapkan dalam prediksi tsunami-tsunami berikutnya di area-area subduksi
untuk mempermudah upaya mitigasi.
2. METODE
a. Pengumpulan Data
Tahapan awal dari penelitian ini
adalah studi literatur dan pengumpulan data- data pendukung untuk referensi
gempa dan lokasi penelitian. Adapun beberapa data yang dibutuhkan di antaranya
sebagai berikut.
• Batimetri
Peta batimetri diperoleh dari data
batimetri global BODC (British Oceanographic Data Centre) menggunakan GEBCO
(General Bathymetric Chart of the Oceans) yang menyimpan database kontur kedalaman
di seluruh dunia.
Produk batimetri ini selanjutnya
diolah dengan perangkat lunak Surfer 10 hingga menghasilkan kerapatan kontur
interval 10-50 meter.
- Parameter Gempa
Data parameter gempa yang dibutuhkan
meliputi koordinat episentrum gempa, kedalaman, panjang, lebar, serta sutut
pertahanan yang terjadi. Data kekuatan gempa yang digunakan adalah dalam
besaran M0 atau Mw.
Merupakan kondisi awal saat terjadi gempa.
Perhitungan tinggi gelombang menggunakan script Fortran yang dibuat oleh
Kura dari Universitas Tohoku.
c. Simulasi dengan Mike 21 Flow Model
Digunakan untuk mendapatkan penjalaran gelombang tsunami dari pusat terjadinya gempa tektonik bawah laut menuju daratan.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Perhitungan Gempa dan Initial Condition
Dari data magnitude dempa yang diperoleh
dilakukan perhitungan menggunakan Wells dan Coppersmith yang dihasilkan
sebagi berikut :
antaranya sebagai berikut.
a. Module Selection : Hydrodynamic Only
b. Bathymetry: Banyuwangi.dfs2
c. Simulation Period: 3/6/1994 01.00.00 - 3/6/1994 03.55.00
d. Time step: 300 s
e. No. Of Time Steps: 35
f. Initial condition: 2 meter
g. Result file: HD01.dfs2
c. Output dan Validasi Ketinggian Result file dari permodelan berupa ketinggian gelombang tsunami untuk tiap time step. Dari hasil simulasi, didapatkan ketinggian tsunami yang mencapai pantai bervariasi di berbagai titik antara 4-7 meter.
Sementara itu, perbandingan hasil survei lapangan yang dilakukan [1] di titik yang mendekati pada 1996 menunjukkan hasil sebagai berikut.
Berdasarkan hasil di atas, memang ditemukan adanya selisih yang mendekati antara hasil pemodelan dengan hasil pengukuran lapangan. Perbedaan ini dianggap mengacu pada akurasi kedalaman perairan yang diperhitungkan serta perbedaan titik yang diambil saat pengukuran. Dengan demikian,
penggunaan model dianggap sesuai dan dapat dipergunakan untuk simulasi- simulasi selanjutnya.
Berdasarkan model, ketinggian tsunami maksimum terjadi pada time step 44 atau 22 menit setelah initial condition terbentuk. Kondisi itu terjadi dengan ketinggian gelombang mencapai 9,6 meter di sisi Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi. Cepat rambat gelombang tsunami dapat dihitung dengan teori gelombang dangkal:
Dengan kedalaman perairan 2.500 meter, maka cepat rambat gelombang yang dihasilkan adalah sebesar 158 m/s. Jika diketahui jarak episentrum dengan garis pantai sepanjang 250 km, maka dapat
diperoleh waktu tempuh gelombang tsunami hingga mencapai pantai sebesar adalah 26 menit. Lebih lambat 4 menit dari hasil pemodelan yaitu 22 menit. Hal ini diasumsikan karena adanya perbedaan pengukuran pada jarak dan rata-rata kedalaman perairan yang digunakan.
4. KESIMPULAN
Dari hasil simulasi penjalaran gelombang tsunami dan analisa ketinggian sebelumnya, di dapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
A. Tsunami Banyuwangi yang terjadi pada 3 Juni 1994 dapat direkonstruksi
dengan menggunakan parameter gempa sebagai berikut:
a. Magnitude: 7,8 Mw
b. Kedalaman : 15 meter
c. Strike: 99
d. Dip: 83
e. Slip : 90
B. Initial condition dihasilkan dengan ketinggian gelombang 2 meter dan tinggi tsunami maksimum mencapai pantai adalah 9,6 meter.
C. Ditemukan adanya selisih yang mendekati antara hasil pemodelan dengan pengukuran lapangan. Selisih tersebut dapat dikarenakan perbedaan titik pengukuran maupun akurasi kedalaman perairan yang diperhitungkan.
D. Waktu tempuh gelombang hingga mencapai pantai memiliki perbedaan yaitu 22 menit pada hasil pemodelan dan 26 menit berdasarkan perhitungan teori gelombang dangkal.
SUMBER :
https://www.researchgate.net/publication/337629118_Rekonstruksi_dan_Simulasi_Penjalaran_Tsunami_Banyuwangi_1994_Menggunakan_Mike_21_Flow_Model
Tidak ada komentar:
Posting Komentar